Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion)
adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke
dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau
zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum,
keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:
1.
Perdarahan dalam
jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
2.
Trauma abdomen
(perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
3.
Fraktur (patah
tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan
tubuh dan komponen darah)
4.
“Serangan panas”
(heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
5.
Diare dan demam
(mengakibatkan dehidrasi)
6.
Luka bakar luas
(kehilangan banyak cairan tubuh)
7.
Semua trauma
kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Indikasi pemberian obat melalui jalur
intravena antara lain:
1.
Pada seseorang
dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam
jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran
darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan
obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya
diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini
tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut)
pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya
dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan
administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
2.
Obat tersebut
memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui
mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat
suntik). Misalnya antibiotika
golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat
polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus
hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh
darah langsung.
3.
Pasien tidak
dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada
sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual
(di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di
otot).
4.
Kesadaran
menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan),
sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
5.
Kadar puncak
obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus
(suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat
dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan
mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering
digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu
diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan
mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur
Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation)
1.
Pemberian cairan
intravena (intravenous fluids).
2.
Pemberian
nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
3.
Pemberian
kantong darah dan produk darah.
4.
Pemberian obat
yang terus-menerus (kontinyu).
5.
Upaya
profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar
dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika
terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
6.
Upaya
profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps
(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan
Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena
1.
Inflamasi
(bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2.
Daerah lengan
bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci
darah).
3.
Obat-obatan yang
berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat
(misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
1.
Hematoma, yakni
darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri
vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan
jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2.
Infiltrasi,
yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah),
terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3.
Tromboflebitis,
atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang
tidak dipantau secara ketat dan benar.
4.
Emboli udara,
yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara
yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
Komplikasi yang
dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
• Rasa
perih/sakit
• Reaksi alergi
Jenis Cairan Infus:
1.
Cairan hipotonik:
osmolaritasnya
lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan
serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi
diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan
tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa
orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2.
Cairan Isotonik:
osmolaritas
(tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya
adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).
3.
Cairan hipertonik:
osmolaritasnya
lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari
jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah
(darah), dan albumin.
Pembagian cairan
lain adalah berdasarkan kelompoknya:
4.
Kristaloid:
bersifat
isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders)
ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
5.
Koloid:
ukuran
molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik,
dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan
steroid.
JENIS-JENIS CAIRAN INFUS
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok
hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah
dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter
asering mengandung:
· Na 130 mEq
· K 4 mEq
· Cl 109 mEq
· Ca 3 mEq
· Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
·
1.
Asetat
dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami
gangguan hati
2.
Pada pemberian
sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL
pada neonatus
3.
Pada kasus
bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan
isofluran
4.
Mempunyai efek
vasodilator
5.
Pada kasus
stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat
meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk
edema serebral
KA-EN 1B
Indikasi:
1.
Sebagai larutan
awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi
(dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2.
< 24 jam
pasca operasi
3.
Dosis lazim
500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500
ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4.
Bayi prematur
atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
1.
Larutan rumatan
nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan
kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2.
Rumatan untuk
kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3.
Mensuplai kalium
sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4.
Mensuplai kalium
sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
KA-EN MG3
Indikasi :
1.
Larutan rumatan
nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan
kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2.
Rumatan untuk
kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3.
Mensuplai kalium
20 mEq/L
4.
Rumatan untuk
kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
KA-EN 4A
Indikasi :
1.
Merupakan
larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
2.
Tanpa kandungan
kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi
kalium serum normal
3.
Tepat digunakan
untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per
1000 ml):
· Na 30 mEq/L
· K 0 mEq/L
· Cl 20 mEq/L
· Laktat 10 mEq/L
· Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
1.
Merupakan
larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
2.
Mensuplai 8
mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
3.
Tepat digunakan
untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
1.
oNa 30 mEq/L
oK 8 mEq/L
oCl 28 mEq/L
oLaktat 10 mEq/L
oGlukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
1.
Untuk resusitasi
2.
Kehilangan Na
> Cl, misal diare
3.
Sindrom yang
berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
Otsu-RL
Indikasi:
1.
Resusitasi
2.
Suplai ion
bikarbonat
3.
Asidosis
metabolik
MARTOS-10
Indikasi:
1.
Suplai air dan
karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
2.
Keadaan kritis
lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat
dan defisiensi protein
3.
Dosis: 0,3 gr/kg
BB/jam
4.
Mengandung 400
kcal/L
AMIPAREN
Indikasi:
1.
Stres metabolik
berat
2.
Luka bakar
3.
Infeksi berat
4.
Kwasiokor
5.
Pasca operasi
6.
Total Parenteral
Nutrition
7.
Dosis dewasa 100
ml selama 60 menit
AMINOVEL-600
Indikasi:
1.
Nutrisi tambahan
pada gangguan saluran GI
2.
Penderita GI
yang dipuasakan
3.
Kebutuhan
metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
4.
Stres metabolik
sedang
5.
Dosis dewasa 500
ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
PAN-AMIN G
Indikasi:
1.
Suplai asam
amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
2.
Nitrisi dini
pasca operasi
3.
Tifoid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar